Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SYARAH LAMIYYAH

 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

قُبْحًا لِمَنْ نَبَذَ الْقُرْآنَ وَرَاءَهُ *** وَإِذَا اسْتَدَلَّ يَقُوْلُ قَالَ الْأَخْطَلُ

Sungguh buruk orang yang melemparkan al-Qur’an ke belakangnya

Dan jika dia berdalil maka dia berkata: al-Akhthal (Seorang Nashrani, dan pecandu khamr)

 

(Qubhan) yakni Qobbaha Allahu “Semoga Allah menjelekkan”

(Nabadzal Qur’an) yakni meninggalkan berdalil dengan Al-Qur’an

(Wa Idzastadalla) jika diminta dalil dari pendapat mereka

(Yaqulu Qolal Akhtholu) Mereka malah berdalil dengan bait sya’ir

 

Siapa itu Akhthal?

Seorang Nashrani dari bani Umayyah, satu tingkatan dengan Jarir dan Farozdaq

Bait-bait ini mengingatkan kita, dari orang-orang yang berpaling dari Kitabullah, dan Sunnah Rasulullah, tidak berpegang dengan Al-Qur’an justru berpegang bisa jadi dari akal-akalnya, atau pemikirannya dan selainnya

إن الكلام لَفِي الفُؤَادِ وَإنما              جُعلَ اللسَانُ على الفُؤَاد دليلا

Ahlul Bid’ah berdalil dengan bait, mereka mengatakan: “menamakan kalam adalah yang ada di dalam hati; maka apa yang dikerjakan hati dinamakan kalaaman”

Syaikh Abul Bayan Muhammad bin Mahfudz Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i rahimahullah (wafat tahun 551 H) berkata,

وأنتم إذا قيل لكم: ماالدليل على أن القرآن معنى في النفس؟ قلتم: قال الأخطل: إن الكلام لفي الفؤاد، إيش هذا الأخطل نصراني خبيث بنيتم مذهبكم على بيت شعر من قوله، وتركتم الكتاب و السنة

“Jika dikatakan kepada kalian, “Apa dalil bahwa Al-Qur’an itu hanyalah makna yang ada dalam jiwa (Allah)?” Kalian mengatakan, “Akhthal berkata, ‘Sesungguhnya ucapan itu yang ada di dalam hati.’” Tinggalkan Akhthal yang notabene orang Nashrani yang kotor itu. Kalian membangun aqidah kalian di atas bait syair dari ucapan Akhthal, lalu kalian tinggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.” (Al-‘Uluww, hal. 260)

Jadi dasar mereka dalam berdalil bukan dari Al-Qur’an ataupun Sunnah, akan tetapi syair-syair

Celaan orang-orang yang meninggalkan Al-Qur’an yakni tidak berdalil dengannya

Allah Subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:

وَلَمَّا جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ نَبَذَ فَرِيقٌ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ كِتَابَ اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ كَأَنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). (Qs Al Baqarah: 101)

(Nabdzul Kitab) Melemparkan kitab ada beberapa model, diantaranya adalah berpaling dari Al Qur’an, tidak menjadikannya hukum, tidak menjadikan Al-Qur’an marja’ ketika terjadi perselisihan

Allah Subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs An Nisa: 59)

Maka An Nadzim memperingatkan tentang sikap berpaling dari Kitabullah, jika tidak mengimani Al-Qur’an

فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ

Maka kepada perkataan apakah selain Al Quran ini mereka akan beriman? (Qs Al Mursalat: 50)

 

 

 

AQIDAH AHLUS SUNNAH TENTANG PENETAPAN

MELIHAT ALLAH PADA HARI KIAMAT

 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

والمؤمنون يرون حقاً ربهم*** وإلى السماء بغير كيف ينزل

“Orang beriman melihat Allah secara haq              Allah turun ke langit dunia tanpa diketahui kaifiyyahnya

 

“Orang beriman akan melihat Allah haqqon (yakni dengan mata kepala mereka) Nadzim menetapkan di baris pertama di bait ini penetapan ru’yatul mu’minin kepada Allah di surga. Mereka melihat Allah dengan jelas dengan mata kepala mereka, ini adalah keyakinan yang kokoh, karena telah sah dalam nash-nash yang tegas”

Sebagian salaf berkata:

من أنكر رؤية الله حري أن يحرم منها

“Barangsiapa yang mengingkari ru’yatulloh Melihat Allah maka mereka lebih pantas diharamkan darinya”

Dalil-dalil yang menetapkan bahwa Allah akan dilihat pada hari kiamat

Firman Allah Subhaanahu Wa Ta’aala

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.(Qs Al Qiyamah: 22-23)

Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata:

“Ayat yang mulia ini memberikan faedah bahwasanya wajah-wajah yang berseri-seri ini akan melihat kepada Rabbnya Azza Wa Jalla. Maka bertambahlah kebaikan diatas kebaikan, dan pada ayat ini juga dalil, bahwasanya Allah akan dapat dilihat dengan pandangan mata”. (Syarah Al Aqidah Al Wasithiyah hlm: 329).

فَلَا صَدَّقَ وَلَا صَلَّىٰ

Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al Quran) dan tidak mau mengerjakan shalat, (Qs Al Qiyamah: 31)

Dalil bahwa Allah akan dilihat dengan jelas pada hari kiamat seperti bulan purnama

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ تَضَامُّوْنَ فِي رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اْستَطَعْتُمْ أَنْ لاَ تُغْلَبُوْا عَلَى صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَصَلاَةٍ قَبْلَ غُرُوْبِهَا فَافْعَلُوْا

Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini (dalam permulaan hadits, diceritakan; waktu itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang melihat bulan yang tengah purnama). Kalian tidak berdesak-desakan ketika melihatNya (ada yang membaca la tudhamuna tanpa tasydid dan di dhammah ta’nya, artinya: kalian tidak akan ditimpa kesulitan dalam melihatNya). Oleh karena itu, jika kalian mampu, untuk tidak mengabaikan shalat sebelum terbit matahari (Subuh) dan shalat sebelum terbenam matahari (Ashar), maka kerjakanlah.

Melihat wajah Allah merupakan nikmat terbesar penduduk surga

Diantaranya lagi hadits dari Shuhaib bin Sinan, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:

إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، قَالَ : يَقُوْلُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : تُرِيْدُوْنَ شَيْئًا أَزِيْدُكُمْ؟ فَيَقُولُوْنَ : أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوْهَنَا؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ : فَيُكْشَفُ الْحِجَابُ فَمَا أُعْطُوْا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ .

Apabila penghuni surga telah masuk surga, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,”Apakah kalian menginginkan sesuatu yang dapat Aku tambahkan?” Mereka menjawab,”Bukankah Engkau telah menjadikan wajah-wajah kami putih berseri? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?” Nabi bersabda,”Maka disingkapkanlah tabir penutup, sehingga tidaklah mereka dianugerahi sesuatu yang lebih mereka senangi dibandingkan anugerah melihat Rabb mereka Azza wa Jalla.”

Dalam riwayat lain dari riwayat Abu Bakar bin Abi Syaibah, ada tambahan riwayat : Kemudian Rasulullah membacakan ayat :

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (Qs Yunus: 26)

Shahih Muslim Syarah Nawawi, tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, III/19-20, hadits no. 448 & 449, Bab Itsbat Ru’yatil Mu’minin Fil Akhirah Rabbahum Subhanahu Wa Ta’ala.

Doa Agar diberi nikmat Melihat Wajah Allah

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَلَا فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ

“Ya Allah, Aku mohon kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu (di Surga), rindu bertemu dengan-Mu tanpa penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan.” (HR. An Nasai)

Ada kaitannya antara ru’yatullah dengan inayah bi muhafadzotish sholawaat

Syaikh ‘Abdur Rozzaq hafidzahullah mengatakan:

والآن كثير من الناس يغلبون الصلوات المكتوبة المفروضة بأتفه الأمور وأحقر الأشياء. منهم من يغلبه على صلاته النوم والكسل ومنهم من يغلبه على صلاته المشاهدات على القنوات ....

Adapun orang kafir maka dia tidak akan melihat Allah, sebagaimana Allah kabarkan di dalam Al-Qur’an:

كَلَّآ إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوبُونَ

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka.” (Qs Al Mutaffifin: 15)

Imam As-Syaf’’I rahimahullah berkata :

وفي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْمُؤْمِنِينَ يَرَوْنَهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَئِذٍ

“Pada ayat ini ada dalil yang menunjukan bahwa kaum mukminin melihat Allah ‘Azza wa Jalla pada hari itu”.

Yaitu Al-Imam Asy-Syafi’i berdalil dengan mafhum ayat ini (lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/347)

Jika Orang kafir terhalang dari melihat Allah pada hari kiamat sebagai hukuman bagi mereka, maka ini menunjukkan penegasan bagi orang yang beriman bahwa melihat Allah adalah nikmat paling mulia dan pemberian paling besar

Jahmiyyah, Mu’tazilah, Rafidhah mengingkari Allah dapat dilihat pada hari kiamat:

Dalil mereka bahwasanya melihat itu melazimkan adanya arah, dan Allah tidak pada arah tertentu

Adapun Ahlus Sunnah menetapkan bahwa Allah diatas Langit ke arah atas

Sebagian mereka berdalil dengan ayat

Lan Tarooni

Bantahan:

-          Lan = tidak maknanya selamanya

-          Dalam ayat Lan digunakan menjelaskan perkara yang mungkin

-          Kalau Lan bermakna selama-lamanya maka Musa tidak akan meminta untuk melihat Allah

 

 

 

 

 

 

 

 

AQIDAH AHLUS SUNNAH TENTANG PENETAPAN

SIFAT NUZUL (sifat Fi’liyyah)

Turunnya Allah adalah Haqq, merupakan sifat fi’liyyah

والله على كل شيء قدير، ويفعل الله سبحانه وتعالى ما يشاء

Jika salah seorang Jahmiyyah mengatakan: “Aku tidak mengimani Allah berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat lainnya” (yang mereka inginkan adalah menolak hadits Nuzul

Maka kita katakan:

أنا أؤمن بربٍ يفعل ما يشاء وهو على كل شيء قدير

Hadits Nuzul Diriwayatkan banyak Shahabat

Adapun hadits tentang nuzul (yakni tentang turunnya Allah) ke langit Dunia, maka haditsnya diriwayatkan lebih dari 31 shahabat,( Lihat Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah wal Jama’ah (I/275-285)

ini menunjukkan bahwa Nabi menyampaikannya hadits ini (hadits nuzul) bukan sekali dua kali, karena banyaknya shahabat yang meriwayatkannya, akan tetapi apa yang dilakukan orang-orang yang berani mengedepankan pendapat dan akalnya dihadapan Firman Allah, dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Adapun para shahabat dan tabi’in juga para imam As Salaf tidak pernah dinukilkan satu saja dari para shahabat berkata: “ini tidak layak bagi Allah, maka maksudnya bukan makna yang dzahir (yang nampak)”

(lihat Syarah Hadits Nuzul karya Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah, Ash Showa’iqul Mursalah Ibnul Qoyyim dll)

Asy Syaikh Abdur Rozzaq hafidzahullah memberikan kaedah:

كما أننا لا نعلم كيفية الذاتِ لا نعلم كيفية الصفاتِ

“Sebagaimana kita tidak mengetahui kaifiyyah Dzat Allah, kita juga tidak mengetahui kaifiyyah Sifat Allah”

Ahlus sunnah mereka mengatakan: “Allah turun ke langit Dunia, sebagaimana yang dikabarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ الأَخِيْرِ يَقُوْلُ : مَنْ يَدْعُوْنِيْ فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ, مَنْ يَسْأَلُنِيْ فَأُعْطِيَهُ, مَنْ يَسْتَغْفِرُنِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ

“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir, (kemudian) Dia berfirman, ‘Barang siapa berdoa kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan, barang siapa meminta kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan, dan barang siapa memohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni.’” (HR Bukhari Muslim)

Ahlu Ta’wil mengatakan:

Yang turun adala perintah-Nya, atau turunya rahmat-Nya atau turunnya Malaikat

Ini semua terbantah dengan hadits itu sendiri

Kalau yang turun Malaikat maka akan berubah siyaghul hadits (teks Haditsnya), sebagaimana hadits

إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ: إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ، فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ، ثُمَّ يُنَادِي جِبْرِيلُ فِي السَّمَاءِ: إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، وَيُوضَعُ لَهُ القَبُولُ فِي أَهْلِ الأَرْضِ

 

 

 

 

Aditya Bahari
Aditya Bahari Alumni LIPIA Jakarta, Pengasuh Pejalansunnah, Staf Pengajar di PP Darut Taqwa Boyolali

Posting Komentar untuk "SYARAH LAMIYYAH"