PAHALA MENGAMALKAN SUNNAH
فضائل العمل بالسنة
PAHALA MENGAMALKAN SUNNAH
Makna Sunnah Secara Bahasa
Jika dipandang dari bahasa, sunnah
berarti metode atau jalan. Hal ini dapat disimpulkan dari hadis Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi,
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا
وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ
شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا
وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa yang mencontohkan jalan
yang baik di dalam Islam, maka ia akan mendapat pahala dan pahala orang yang
mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan
barang siapa yang mencontohkan jalan yang jelek, maka ia akan mendapat dosa dan
dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit
pun.” (HR. Muslim: 2398)
Kita tidak berbicara
Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli
Fikih
Sunnah adalah segala perbuatan
yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan maka tidak
berdosa. Makna ini memiliki beberapa kata yang serupa yaitu mustahab
(dianjurkan) ataupun mandub, salah satu tingkatan hukum-hukum syariat yang
lima: wajib, haram, makruh, mubah, dan sunnah.
Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli
Hadits
Para muhadditsun (ulama pakar hadis)
mendefinisikan sunnah sebagai segala hal yang disandarkan kepada Nabi,
baik itu berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan), maupun sifat perangai
atau sifat fisik. Baik sebelum diutus menjadi nabi ataupun setelahnya.
sunnah qauliyyah atau sunnah yang
berupa perkataan adalah hadis yang memuat ucapan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah satu contohnya ialah hadis yang
diriwayatkan Umar bin Khathtab radhiyallahu ‘anhu. Dia menceritakan bahwa ia
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ
امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung
niatnya dan setiap orang akan memperoleh sesuai dengan apa yang ia niatkan.”
(HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Adapun sunnah fi’liyyah atau sunnah
yang berupa perbuatan yaitu seorang sahabat menukilkan kepada kita
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbuat seperti ini dan seperti
itu, meninggalkan ini dan itu, sebagaimana perkataan Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ
الدُّبَّاءَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menyukai labu.” (HR. Tirmidzi, dalam Asy-Syama-il no. 161, Ad-Darimi 2/101, dan
Ahmad no. 2/174)
Hal ini merupakan sunnah yang berwujud
perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di antara sunnah fi’liyyah lainnya
adalah apa yang bersumber dari Rasulullah berupa perbuatannya yang menjelaskan
tentang salat, zakat, puasa, haji, dan selainnya. Hal ini pun termasuk sunnah
fi’liyyah.
Adapun sunnah taqririyyah adalah
ketika seseorang sahabat misalnya menceritakan atau mengerjakan suatu perbuatan
di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, atau pada masa beliau saat
wahyu masih turun, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau wahyu
menetapkannya, tanpa diingkari maupun diubah. Inilah taqrir menurut syariat di
untuk suatu perbuatan.
Adapun sifat khuluqiyyah adalah
sesuatu yang disampaikan para sahabat berkaitan dengan bagaimana akhlak,
perilaku, dan perangai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana di
saat Aisyah radhiyallahu ‘anha ditanya ihwal akhlak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, beliau pun menjawab,
فَإِنَّ خُلُقَ نَبِىِّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ
الْقُرْآنَ
“Akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah Alquran.” (HR. Muslim, no. 1773)
Sedangkan sifat khalqiyyah ia adalah
sesuatu yang disampaikan oleh para sahabat berkenaan dengan sifat fisik
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seperti yang disebutkan dalam beberapa
hadis bahwa Rasulullah itu berbadan sedang, tidak tinggi dan tidak pula pendek.
Diceritakan pula bahwa wajah beliau putih, bak rembulan. Juga dikabarkan bahwa
Rasulullah seperti ini dan seperti itu, sebagaimana yang diriwayatkan tentang
sifat fisik beliau.
Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ahli
Ushul Fikih
Para ulama usul fikih mengungkapkan
pengertian sunnah berupa sumber hukum pensyariatan Islam setelah Alquran.
Makna Sunnah Dari Sudut Pandang Ulama
Aqidah
Menurut ulama akidah, sunnah
adalah antonim atau lawan kata dari bidah. Jadi, setiap amal perbuatan
yang ada contoh dan tuntunannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
bukan perkara yang diada-adakan dalam agama, maka ini masuk dalam kategori
sunnah.
Atau dalam arti lain, sunnah
bukan hanya sesuatu yang dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, akan
tetapi sunnah juga merupakan segala hal yang dijelaskan oleh Al Qur’an, sunnah,
kaidah syar’iyyah, atau yang semisalnya. Makna sunnah ini otomatis
menggambarkan agama Islam secara keseluruhan.
Dan inilah pembahasan kita pada
kesempatan hari ini…
Hadis yang memuat pengertian ini
adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ
بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَة
“Maka dari itu, wajib atas kalian
berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa rasyidin. Gigitlah ia dengan
gigi-gigi geraham kalian! Dan berhati-hatilah terhadap perkara baru yang
diada-adakan dalam agama. Karena setiap perkara yang baru dalam agama itu
adalah bidah dan setiap bidah itu sesat.” (HR. Abu Dawud, no. 4607, dan
Tirmidzi, no. 2677)
WAJIBNYA MENGIKUTI SUNNAH NABI shallallahu
‘alaihi wa sallam
Allah subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:
{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ
تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu
dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali
‘Imran:31).
Allah subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ}
“Hai orang-orang beriman, penuhilah
seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi
(kemaslahatan/kebaikan)[23] hidup bagimu” (QS al-Anfaal:24).
Dan bagi orang beriman diantara sifatnya:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ
إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban oran-orang
mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum
(mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami
patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Qs An Nur: 51)
Allah subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ
وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
ۚ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu,
maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.(Qs
Al-Hasyr: 7)
فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
maka berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat
petunjuk".(Qs Al A’raf: 158)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
تَأْوِيلًا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Qs An
Nisa: 59)
قال الشافعي رحمه الله : أي إلى ما قاله الله والرسول
وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ مَوْعِظًةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ
فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةً مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا
قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي
اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ
وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ رَوَاهُ أَبُوْ
دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang membuat hati menjadi
bergetar dan mata menangis, maka kami berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sepertinya
ini adalah wasiat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah wasiat kepada
kami.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku berwasiat kepada
kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun kalian dipimpin
seorang budak. Sungguh, orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, ia
akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, wajib atas kalian
berpegang teguh pada sunnahku dan Sunnah khulafaur rosyidin al-mahdiyyin (yang
mendapatkan petunjuk dalam ilmu dan amal). Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi
geraham kalian, serta jauhilah setiap perkara yang diada-adakan, karena setiap
bidah adalah sesat.”
ANCAMAN BAGI YANG MENYELISIHI SUNNAH
NABI
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ
عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang
pedih. (Qs An Nur: 63)
Fitnah disini adalah:
وَالْفِتْنَةُ هُنَا الْقَتْلُ، قَالَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ. عَطَاءٌ:
الزَّلَازِلُ وَالْأَهْوَالُ (تفسير
القرطبي)
الإمام أحمد حيث قال: أتدرون ما الفتنة؟ الفتنة: الكفر، أو قال:
بالإصرار على المخالفة: ((أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ))، والفتنة كما قال أحمد:
الشرك.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ أُولَٰئِكَ فِي الْأَذَلِّينَ
“Sesungguhnya orang-orang yang
menentang Allah dan RasulNya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina”
[Al-Mujadalah: 20]
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي
“…. Dan Allah jadikan kehinaan dan
kerendahan bagi orang yang menyelisihi perintahku” [Hadits Hasan Riwayat Ahmad]
PAHALA (Keutamaan) MENJALANKAN SUNNAH NABI
Dari ayat-ayat ataupun hadits-hadits Nabi
diatas maka kita bisa memberikan kita beberapa faedah, pahala seorang yang
menjalankan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Orang Yang Menjalankan sunnah Nabi akan mendapatkan
kecintaan Allah dan ampunan-Nya
Allah subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:
{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ
تُحِبُّوْنَ اللهَ فاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ ويَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ}
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, maka ikutilah (sunnah/petunjuk)ku, niscaya Allah mencintaimu
dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali
‘Imran:31).
Ayat ini disebutkan para Ulama adalah
ayatul mihnah (ayat untuk menguji)
Kalau Allah sudah mencintaimu apa yang
perlu kamu khawatirkan? Allah akan membimbing penglihatanmu, pendengaranmu sebagaimana
dalam hadits Qudsi
فَإِذَا أَحْبَبتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ،
وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ
الَّتِي يَمْشِيْ بِهَا. وَلَئِنْ سَأَلَنِيْ لأُعطِيَنَّهُ، وَلَئِنْ
اسْتَعَاذَنِيْ لأُعِيْذَنَّهُ
Apabila Aku telah mencintainya maka
Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku menjadi
penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang dia
gunakan untuk memegang dan Aku menjadi
kakinya yang dia gunakan untuk melangkah. Jika dia meminta kepada–Ku pasti Aku
memberinya dan jika dia meminta perlindungan kepada–Ku pasti Aku akan
melindunginya.” (HR. Al Bukhari).
Orang Yang Menghidupkan Sunnah Rasulullah Akan
Mendapatkan 2 Pahala
Bahkan para ulama menjelaskan bahwa
orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan
mendapatkan dua keutamaan (pahala) sekaligus, yaitu keutamaan mengamalkan
sunnah itu sendiri dan keutamaan menghidupkannya di tengah-tengah manusia yang
telah melupakannya.
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia berkata
bahwa hadits ini hasan sahih). [HR. Abu Daud, no. 4607 dan Tirmidzi, no. 2676.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih].
((من أحيا سنة من سنتي فعمل بها الناس، كان
له مثل أجر من عمل بها، لا ينقص من أجورهم شيئاً))
“Barangsiapa
yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh
manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya,
dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun
HR Ibnu Majah (no. 209), pada sanadnya
ada kelemahan, akan tetapi hadits ini dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain
yang semakna, oleh karena itu syaikh al-Albani menshahihkannya dalam kitab
“Shahih sunan Ibnu Majah” (no. 173).
لعق الأصابع بعد الطعام قبل مسحها أو غسلها ، لحديث ابن عباس
وغيره .
نفض الفراش عند النوم ، لحديث أبي هريرة رضي الله عنه
استحباب التكبير للمسافر إذا علا
أو صعد ويسبح إذا نزل ، لحديث جابر بن عبدالله - رضي الله عنهما
من السنة صلاة النافلة على
الراحلة في السفر ولو لغير القبلة ، لأحاديث ، منها : حديث عامر بن ربيعة - رضي
الله عنه
متابعة الأذان : أي : متابعة
المؤذن وقول مثل ما يقول
استحباب البدء بالسواك لمن دخل منزلهالمبالغة في الاستنشاق في
الوضوء ، لحديث لقيط بن صبرة - رضي الله عنه
Syaikh Muhammad bih Shaleh
al-‘Utsaimin berkata, “Sesungguhnya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam jika semakin dilupakan, maka (keutamaan) mengamalkannya pun semakin kuat
(besar), karena (orang yang mengamalkannya) akan mendapatkan keutamaan
mengamalkan (sunnah itu sendiri) dan (keutamaan) menyebarkan (menghidupkan)
sunnah dikalangan manusia Kitab “Manaasikul hajji wal ‘umrah” (hal. 92).
Hadits yang agung ini menunjukkan
keutamaan besar bagi orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan kebanyakan orang.
Oleh karena itu, imam Ibnu Majah mencantumkan hadits ini dalam kitab “Sunan Ibn
Majah” pada bab: (keutamaan) orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah ditinggalkan (manusia) Kitab “Sunan
Ibnu Majah” (1/75).
ومن بركات العمل بالسُّنة - ولا سيما وقت الفتن -، وغربة
الدِّين:
أن العامل بالسُّنة والمُتمسِّك بها والمُحافظ عليها له مِثلُ
أجر خمسين صحابيًّا:
قال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: (إِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ
أَيَّامَ الصَّبْرِ، الصَّبْرُ فِيهِنَّ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى الْجَمْرِ،
لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلاً يَعْمَلُونَ بِمِثْلِ
عَمَلِهِ) صحيح – رواه أبو داود، (4/ 215)، (ح4343).
وفي رواية: (إِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامًا؛ الصَّبْرُ
فِيهِنَّ مِثْلُ الْقَبْضِ عَلَى الْجَمْرِ، لِلْعَامِلِ فِيهِنَّ مِثْلُ أَجْرِ
خَمْسِينَ رَجُلاً يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِكُمْ). قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ!
أَجْرُ خَمْسِينَ رَجُلاً مِنَّا أَوْ مِنْهُمْ؟ قَالَ: (لاَ، بَلْ أَجْرُ
خَمْسِينَ مِنْكُمْ) صحيح – رواه الترمذي -، (2/ 773)، (ح3335).
وجه الدلالة: عِظَمُ أجرِ العاملين بالسنة النبوية في أيام
الصبرِ، والفتنِ، وغربةِ الدِّين، وفسادِ الزمان؛ حتى بلغ أجر خمسين صحابياً.
وليس في الحديث دليلٌ على أفضلية غيرِ الصحابة على الصحابة؛
لأنَّ فَضْل الصُّحبة لا يعدله فَضْل، قال ابن حجر - رحمه الله - : (حديثُ
"لِلعَامِلِ مِنْهُمْ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُم" لا يدلُّ على أفضلية
غير الصحابة على الصحابة؛ لأنَّ مُجرَّد زيادة الأجر لا يستلزم ثبوت الأفضلية المطلقة،
وأيضاً فالأجر إنما يقع تفاضله بالنسبة إلى ما يماثله في ذلك العمل، فأمَّا ما فاز
به مَنْ شاهَدَ النبيَّ صلى الله عليه وسلم من زيادة فضيلة المُشاهدة فلا يعدله
فيها أحدٌ). فتح الباري، (7/ 7).
من فضائل الاشتغال بالعبادة المشروعة وقت الفتن:
ما قاله النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (الْعِبَادَةُ
فِي الْهَرْجِ؛ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ) رواه مسلم، (2/ 1243)، (ح7588).
وجه الدلالة: عِظَمُ أجرِ المُتشاغل بالعبادة المشروعة وقت
الفتنِ، واختلاطِ أمور الناس، وغفلتِهم؛ حتى أنه ينال أجر الهجرة إلى النبيِّ صلى
الله عليه وسلم.
قال النووي - رحمه الله -: (الْمُرَاد بِالْهَرْجِ هُنَا:
الْفِتْنَةُ، وَاخْتِلاطُ أُمُورِ النَّاس، وَسَبَبُ كَثْرَةِ فَضْل الْعِبَادَة
فِيهِ: أَنَّ النَّاس يَغْفُلُونَ عَنْهَا، وَيَشْتَغِلُونَ عَنْهَا، وَلاَ
يَتَفَرَّغ لَهَا إِلاَّ أَفْرَاد).شرح النووي على صحيح مسلم، (18/ 88). (وإذا
عَمَّت الفتنُ اشتغلت القلوب، وإذا تعبَّد حينئذٍ مُتعبِّدٌ، دلَّ على قوة اشتغالِ
قلبه بالله عزَّ وجلَّ فيكثر أجرُه). كشف المشكل، لابن الجوزي (ص340).
ومن فضائل العمل بالسنة والدعوة إليها:
أن الدَّاعي إلى السُّنة والهدى والخير له مِثلُ أجرِ فاعله:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ
سُنَّةً حَسَنَةً؛ فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ...) رواه مسلم، (1/ 400)، (ح2398).
وفي روايةٍ: (مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ؛ [سَوَاء كَانَ الْعَمَلُ فِي حَيَاتِه أَوْ بَعْد
مَوْتِه] كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ
أُجُورِهِمْ شَيْءٌ...) رواه مسلم، (2/ 1131)، (ح6975).
وفي حديث آخر: قال النبيُّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (مَنْ
دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا...) رواه مسلم، (2/ 1132)، (ح6980).
Orang Yang Menjalankan sunnah Nabi akan
tergolong dari orang yang mengamalkan sunnah
Demikian pula ucapan imam ‘Amr bin Qais al-Mula’i: “Kalau sampai
kepadamu suatu kebaikan (dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)
maka amalkanlah, meskipun hanya sekali, supaya kamu termasuk orang-orang yang
mengerjakannya
Dinukil oleh imam al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab “al-Jaami’ li
akhlaaqir raawi” (1/219).
Senada dengan ucapan di atas, imam
Ahmad bin Hambal berkata,
ما كتبت حديثا إلا وقد عملت به حتى مر بي أن النبي صلى الله عليه وسلم ) احتجم وأعطى أبا طيبه
دينارا فأعطيت الحجام دينارا حين احتجمت
“Tidaklah aku menulis sebuah hadits
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali aku telah mengamalkannya,
sehingga ketika sampai kepadaku hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam dan memberikan (upah) satu
dinar kepada Abu Thaibah (tukang bekam), maka ketika aku berbekam aku
memberikan (upah) satu dirham kepada tukang bekam
Dinukil oleh imam al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab “al-Jaami’ li
akhlaaqir raawi” (1/220).
Orang Yang Menjalankan sunnah Nabi akan
tergolong dari orang yang hidup
Allah subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ}
“Hai orang-orang beriman, penuhilah
seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi
(kemaslahatan/kebaikan)[23] hidup bagimu” (QS al-Anfaal:24).
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ
وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي
الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا
كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan apakah orang yang sudah mati
kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang
dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia,
serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali
tidak dapat keluar dari padanya? (Qs Al-An’am: 122)
Ibnu Katsir tahimahullah menjelaskan:
هَذَا مَثَلٌ ضَرَبَهُ اللَّهُ تَعَالَى لِلْمُؤْمِنِ الَّذِي
كَانَ مَيْتًا أَيْ: فِي الضَّلَالَةِ هَالِكًا حَائِرًا فَأَحْيَاهُ
اللَّهُ أَيْ: أَحْيَا قَلْبَهُ بِالْإِيمَانِ وَهَدَاهُ
لَهُ وَوَفَّقَهُ لِاتِّبَاعِ رُسُلِهِ. {وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ
فِي النَّاسِ} أَيْ: يَهْتَدِي [بِهِ] كَيْفَ يَسْلُكُ وَكَيْفَ يَتَصَرَّفُ بِهِ.
وَالنُّورُ هُوَ: الْقُرْآنُ كَمَا رَوَاهُ العَوْفي وَابْنُ أَبِي طَلْحَةَ عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ. وَقَالَ السُّدِّي: الْإِسْلَامُ. وَالْكُلُّ صَحِيحٌ
Orang Yang Menjalankan sunnah Nabi akan mendapatkan
petunjuk
فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
maka berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat
petunjuk".(Qs Al A’raf: 158)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:
وَقَوْلُهُ: {فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ
الأمِّيِّ} أَخْبَرَهُمْ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْهِمْ، ثُمَّ أَمَرَهُمْ
بِاتِّبَاعِهِ وَالْإِيمَانِ بِهِ، {النَّبِيِّ الأمِّيِّ} أَيْ: الَّذِي
وُعِدْتُمْ بِهِ وَبُشِّرْتُمْ بِهِ فِي الْكُتُبِ الْمُتَقَدِّمَةِ، فَإِنَّهُ
مَنْعُوتٌ بِذَلِكَ فِي كُتُبِهِمْ؛ وَلِهَذَا قَالَ: {النَّبِيِّ الأمِّيِّ
الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ} أَيْ: يُصَدِّقُ قَوْلَهُ عَمَلُهُ،
وَهُوَ يُؤْمِنُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ {وَاتَّبِعُوهُ} أَيْ:
اسْلُكُوا طَرِيقَهُ وَاقْتَفُوا أَثَرَهُ، {لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ} أَيْ: إِلَى
الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيمِ
Orang Yang Menjalankan sunnah Nabi akan menjadi
pengikutnya pada hari kiamat
Renungkanlah firman Allah Ta’ala berikut,
يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ
بِإِمَامِهِمْ
“(Ingatlah) suatu hari (yang pada waktu itu) Kami memanggil tiap
orang dengan pemimpinnya” (QS al-Israa:71).
وَقَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: هَذَا أَكْبَرُ شَرَفٍ لِأَصْحَابِ
الْحَدِيثِ؛ لِأَنَّ إِمَامَهُمُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Imam Ibnu Katsir berkata, “Salah
seorang ulama salaf berkata: “Ayat ini (menunjukkan) kemuliaan yang sangat
agung bagi orang-orang yang mencintai hadits (sunnah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam), karena imam (pemimpin) mereka (pada hari kiamat nanti) adalah
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam“[
Oleh karena itu, salah seorang ulama
Ahlus sunnah, Zakaria bin ‘Adi bin Shalt bin Bistam ketika beliau ditanya,
“Alangkah besarnya semangatmu untuk (mempelajari dan mengamalkan) hadits
(sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), (apa sebabnya?)”. Beliau
menjawab, “Apakah aku tidak ingin (pada hari kiamat nanti) masuk ke dalam
iring-iringan (rombongan) keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?“
Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Miftaahu daaris
sa’aadah” (1/74).
Semoga Allah senantiasa melimpahkan taufik-Nya
kepada kita semua untuk selalu berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di akhir hayat kita, amin.
Ya Allah, wafatkanlah kami di atas
agama Islam dan di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Posting Komentar untuk "PAHALA MENGAMALKAN SUNNAH"