Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

HUKUM ASAL ADAT ADALAH BOLEH HUKUM ASAL IBADAH ADALAH HARAM

 

HUKUM ASAL ADAT ADALAH BOLEH

HUKUM ASAL IBADAH ADALAH HARAM

 

Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As Se’di rahimahullah:

والأصل في عاداتنا الإباحة حتى يجيء صارف الإباحة

Bait ke 22

“Hukum asal dalam perkara adat adalah mubah hingga datang dalil yang memalingkannya dari hukum mubah””

 

Makna bait

الأصل في العادات الإباحة: العادات: هي ما اعتاده الناس من التصرفات والأقوال والأفعال، فالأصل فيها الإباحة

Dalil Kaedah

Allah Subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (Qs Al Baqarah: 29)

 

Penamaan Al Urf lebih baik daripada Al ‘Adah karena 2 sebab

Pertama: Di dalam Al-Qur’an datang dengan penamaan Al ‘Urf

Allah Subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.(Qs Al A’raf: 199)

Kedua : Al ‘adah bisa jadi hasanah dan bisa jadi saiyyi’ah, adapun Al ‘Urf tidak datang kecuali pada hal yang baik

Maka kaedahnya lafadznya menjadi : “Al Ashlu Fil ‘Urfi Al Ibaahah”

 

 

 

Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As Se’di rahimahullah:

وليس مشروعاً من الأمور غير الذي في شرعنا مذكور

Bait ke 23

“Tidaklah sesuatu itu disyariatkan selain sesuatu yang disebutkan di dalam syariat kita”

Penjelasan makna bait

Tidak boleh seseorang beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah kecuali terdapat dalil yang bisa dijadikan sandaran bahwa amalan ini disyariatkan, tidak boleh bagi kita membuat-buat ibadah-ibadah yang baru dengan ibadah itu kita mendekatkan diri kepada Allah,

Baik itu ibadah yang baru atau ibadah yang disyariatkan tapi dibuat dengan sifat yang baru di ada-adakan atau dia mengkhususkan waktu atau tempat tertentu

Dalil Kaedah

Allah Subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ ۚ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? (Qs Asy Syuroo: 21)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

Contoh:

قال رأيتُ في المسجدِ قومًا حِلَقًا جلوسًا ينتظرون الصلاةَ في كلِّ حلْقةٍ رجلٌ وفي أيديهم حصًى فيقول كَبِّرُوا مئةً فيُكبِّرونَ مئةً فيقول هلِّلُوا مئةً فيُهلِّلون مئةً ويقول سبِّحوا مئةً فيُسبِّحون مئةً قال فماذا قلتَ لهم قال ما قلتُ لهم شيئًا انتظارَ رأيِك قال أفلا أمرتَهم أن يعُدُّوا سيئاتِهم وضمنتَ لهم أن لا يضيعَ من حسناتهم شيءٌ ثم مضى ومضَينا معه حتى أتى حلقةً من تلك الحلقِ فوقف عليهم فقال ما هذا الذي أراكم تصنعون قالوا يا أبا عبدَ الرَّحمنِ حصًى نعُدُّ به التكبيرَ والتهليلَ والتَّسبيحَ قال فعُدُّوا سيئاتِكم فأنا ضامنٌ أن لا يضيعَ من حسناتكم شيءٌ ويحكم يا أمَّةَ محمدٍ ما أسرعَ هلَكَتِكم هؤلاءِ صحابةُ نبيِّكم صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ مُتوافرون وهذه ثيابُه لم تَبلَ وآنيتُه لم تُكسَرْ والذي نفسي بيده إنكم لعلى مِلَّةٍ هي أهدى من ملةِ محمدٍ أو مُفتتِحو بابَ ضلالةٍ

 قالوا والله يا أبا عبدَ الرَّحمنِ ما أردْنا إلا الخيرَ

قال وكم من مُريدٍ للخيرِ لن يُصيبَه

إنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ حدَّثنا أنَّ قومًا يقرؤون القرآنَ لا يجاوزُ تراقيهم يمرُقونَ من الإسلامِ كما يمرُقُ السَّهمُ منَ الرَّميّةِ وأيمُ اللهِ ما أدري لعلَّ أكثرَهم منكم ثم تولى عنهم

فقال عمرو بنُ سلَمةَ فرأينا عامَّةَ أولئك الحِلَقِ يُطاعِنونا يومَ النَّهروانِ مع الخوارجِ

 

“Abu Musa Al Asy’ari berkata: aku melihat di masjid ada beberapa orang yang duduk membuat halaqah sambil menunggu shalat. Setiap halaqah ada seorang (pemimpin) yang memegangi kerikil, kemudian ia berkata: bertakbirlah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertakbir 100 kali. Kemudian pemimpinnya berkata: bertahlil lah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertahlil 100 kali. Kemudian pemimpinnya berkata: bertasbih lah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertasbih 100 kali.

 

Ibnu Mas’ud berkata: lalu apa yang engkau katakan kepada mereka wahai Abu Musa? Abu Musa menjawab: aku tidak katakan apapun karena menunggu pandanganmu. Ibnu Mas’ud berkata: mengapa tidak engkau katakan saja pada mereka: hitunglah keburukan-keburukan kalian saja, maka aku jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sama sekali.

Kemudian Ibnu Mas’ud pergi dan kami pun pergi bersama beliau. Sampai pada suatu hari Ibnu Mas’ud mendapati sendiri halaqah tersebut. Lalu beliau pun berdiri di hadapan mereka.

Ibnu Mas’ud berkata: apa yang kalian lakukan ini? Mereka menjawab: Wahai Abu Abdirrahman, ini adalah kerikil untuk menghitung takbir, tahlil dan tasbih! Ibnu Mas’ud berkata: hitunglah keburukan-keburukan kalian saja, maka aku jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sama sekali. Wahai umat Muhammad, betapa cepatnya kalian binasa! Demi Allah, yang kalian lakukan ini adalah ajaran agama yang lebih baik dari ajaran Muhammad atau kalian sedang membuka pintu kesesatan!

Mereka mengatakan: Wahai Abu Abdirrahman, kami tidak menginginkan apa-apa kecuali kebaikan! Ibnu Mas’ud menjawab: betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun tidak mendapatkannya. Sesungguhnya Rasulullah mengatakan kepada kami tentang suatu kaum yang mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi (bacaan mereka) tidak melewati tenggorokan mereka, demi Allah, saya tidak tahu bisa jadi kebanyakan mereka adalah dari kalian. Kemudian Ibnu Mas’ud meninggalkan mereka”.

Amr bin Salamah berkata , ”Kami melihat kebanyakan orang-orang yang ada di halaqah itu adalah orang-orang yang ikut melawan kami di barisan khawarij pada perang Nahrawan” (Diriwayatkan Ad Darimi dalam Sunan-nya no.210, dishahihkan Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah, 5/11).

Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma mengatakan:

كلُّ بدعةِ ضلالةٍ وإن رآها النَّاسُ حَسنةً

“Setiap kebid’ahan itu sesat walaupun manusia menganggapnya baik”

 

Al Umuur maknanya: Al ‘Ibadah

Syaikh membawakan ditulisan beliau yang lain (Al Qowaid Wal Ushuul Al Jami) kaedah: “Al Ashlu fil ‘Ibadaat Al Hadzr”

Hukum asal ibadah adalah haram (dikerjakan)

Dan disana para ulama juga membawakan dengan lafadz At Tauqiif

“Al Ashlu Fil ‘Ibadaat At Tauqif”

Hukum asal ibadah adalah diam (berhenti) sampai ada dalil yang memerintahkannya

 

Apa perbedaan dari dua ungkapan ini?

Pertama : maknanya adalah: ditinjau dari ada/ tidaknya didalam syari’at, maka tidak ada ibadah dikerjakan kecuali telah ada dalil

Kedua: maknanya ditinjau dari awal memulainya, maka seorang hamba haram hukumnya memulai suatu ibadah sampai adanya dalil

 

Bantahan untuk ucapan Umar Bin Kaththab radhiyAllahu ‘anhu (Sebaik-baik bid’ah adalah ini)

Makna Bid’ah secara bahasa, karena sholat tarawih berjamaah pernah dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau berhenti karena khawatir diwajibkan bagi umat ini, maka Umar bin Kaththab kembali menghidupkan sunnah ini

Aditya Bahari
Aditya Bahari Alumni LIPIA Jakarta, Pengasuh Pejalansunnah, Staf Pengajar di PP Darut Taqwa Boyolali

Posting Komentar untuk "HUKUM ASAL ADAT ADALAH BOLEH HUKUM ASAL IBADAH ADALAH HARAM"