TAFSIR SURAH AL IKHLAS
تفسير سورة الإخلاص
Tafsir Surah Al Ikhlas
(Oleh : Aditya
Bahari)
Surat Al Ikhlas surah ke 112
Surat ini terdiri atas 4 ayat, termasuk surat makkiyyah
Al Ikhlas artinya “Keikhlasan”
Kandungan Al-Quran secara umum
1.
Tauhid
2.
Hukum
3.
Kisah
Surat yang akan kita pelajari tafsirnya ini masuk dalam
tauhid
Keutamaan Qs Al-Ikhlas dan dua
surat setelahnya (Al Falaq & An Nas)
Surat Al Ikhlas dan Al
mu’awwidzatain merupakan akhir dari surat-surat di dalam Al-Quran, dan ke tiga
surat ini sangat agung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak tidur meniup
di telapak tangan, serta membaca 3 surat ini, kemudian beliau mengusapkannya di
wajah, dan dari apa yang beliau mampu dari badannya shallallahu ‘alaihi wa
sallam
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : أَنَّ
النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ إذا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ
كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ، ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرأَ فِيْهِمَا : ((
قُلْ هُوَ اللهُ أحَدٌ ، وَقَلْ أعُوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ ، وَقُلْ أعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
)) ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ ، يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى
رَأْسِهِ وَوجْهِهِ ، وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ ، يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ
مَرَّاتٍ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari ‘Aisyah radhiyAllahu ‘anha bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila menghampiri tempat tidurnya, beliau
menyatukan kedua telapak tangannya kemudian meniupnya, lalu membacakan pada
keduanya, “Qul huwallahu ahad, Qul a’udzu birobbil falaq, Qul a’udzu birobbin
naas.” Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangannya ke seluruh tubuhnya
yang dapat ia jangkau. Beliau mulai dari kepala, wajah, dan bagian depan
tubuhnya. Beliau melakukan itu tiga kali. [1]
Setara sepertiga Al-Quran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ لِأَصْحَابِهِ أَيَعْجِزُ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ ثُلُثَ الْقُرْآنِ فِي لَيْلَةٍ فَشَقَّ ذَلِكَ
عَلَيْهِمْ وَقَالُوا أَيُّنَا يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ
اللَّهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ ثُلُثُ الْقُرْآنِ
Dari Abi Sa’id Al-Khudri
Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata kepada para sahabatnya, ‘Apakah salah seorang dari kalian mampu untuk
membaca sepertiga Al-Qur`an dalam satu malam?’ maka hal ini memberatkan mereka,
dan (mereka) bertanya: ‘Siapakah di antara kami yang mampu, wahai Rasulullah?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda: ”Allahul-wahidu
shamad adalah sepertiga Al-Qur`an”. [Shahih Bukhari no. 5015].
Para ulama ada yang berpendapat
bahwa yang dimaksud sepertiga Al-Qur’an adalah
-
Karena Qs Al Ikhlas
merupakan sepertiga dari isi Al-Qur’an yaitu Tauhid
-
Ada juga yang berpendapat,
bahwa Qs Al Ikhlas sepertiga Al-Quran ditinjau dari pahalanya
Dari Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ قَرَأَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) حَتَّى يَخْتِمَهَا
عَشْرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْراً فِى الْجَنَّةِ
“Siapa yang membaca ‘QUL HUWALLAHU
AHAD’ (surah Al-Ikhlas) sampai ia merampungkannya sebanyak sepuluh kali, maka
akan dibangunkan baginya istana di surga.” (HR. Ahmad, 3:437. Syaikh
Al-Albani dalam Ash-Shahihahmengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai
penguat).
Sebab turunya surat Al Ikhlas
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ الْمُشْرِكِينَ قَالُوا
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَا مُحَمَّدُ [ص:144] ، انْسُبْ
لَنَا رَبَّكَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: {قُلْ هُوَ
اللَّهُأَحَدٌ، اللَّهُ الصَّمَدُ} [الإخلاص: 2] لَمْ يَلِدْ، وَلَمْ يُولَدْ،
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ “
“Diriwayatkan dari Ubay bin
Ka’ab berkata bahwasanya orang-orang musyrikin berkata kepada nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam, “Wahai Muhammad sebutkan kepada kami tentang nasab Robbmu.”
Maka Allah Subhanahu wata’ala menurunkan surat ini yang artinya : “Katakanlah
(wahai Muhammad) Dia lah Allah Yang Maha Esa, Allah tempat meminta segala
sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu yang
setara denganNya.”[2]
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“(1) Katakanlah: "Dialah Allah,
Yang Maha Esa.
Imam Jalaluddin Al-Mahalli
rahimahullah berkata,
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
رَبِّهِ فَنَزَلَ: { قُلْ
هُوَ الله أَحَدٌ } فَاللهُ خَبَرُ «هُوَ» وَ «أَحَدٌ» بَدَلٌ مِنْهُ أَوْ خَبَرٌ
ثَانٍ .
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah ditanya tentang Rabbnya, lantas turunlah firman Allah:
(Katakanlah, “Dialah yang Maha
Esa”), lafaz jalalah “Allah” adalah khabar dari lafaz “huwa”, sedangkan lafaz
“ahadun” adalah badal dari lafaz jalalah “Allah”, atau khabar kedua dari lafaz
“huwa”.
-
Allah Esa dalam Dzat-Nya
-
Esa dalam hak untuk
disembah
-
Esa dalam Rububiyyah
-
Esa dalam Asmaa Wa Shifaat
Kisah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya kepada Hushain:
أخرج الترمذي بسننه عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، قَالَ: قَالَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لأَبِي: «يَا حُصَيْنُ كَمْ تَعْبُدُ اليَوْمَ
إِلَهًا»؟ قَالَ أَبِي: سَبْعَةً، سِتَّةً فِي الأَرْضِ وَوَاحِدًا فِي
السَّمَاءِ. قَالَ: «فَأَيُّهُمْ تَعُدُّ لِرَغْبَتِكَ وَرَهْبَتِكَ»؟ قَالَ:
الَّذِي فِي السَّمَاءِ. قَالَ: «يَا حُصَيْنُ أَمَا إِنَّكَ لَوْ أَسْلَمْتَ
عَلَّمْتُكَ كَلِمَتَيْنِ تَنْفَعَانِكَ». قَالَ: فَلَمَّا أَسْلَمَ حُصَيْنٌ
قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ عَلِّمْنِيَ الكَلِمَتَيْنِ اللَّتَيْنِ وَعَدْتَنِي،
فَقَالَ: قُلْ: «اللَّهُمَّ أَلْهِمْنِي رُشْدِي، وَأَعِذْنِي مِنْ شَرِّ نَفْسِي
Dikeluarkan
oleh At Tirmidzi dalam sunannya dari ‘Imroon bin Hushoin: Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Hushoin, hari ini berapa Tuhan yang kamu
sembah? Dia menjawab: ada tujuh, enam di Bumi dan satu di Langit, Nabi bertanya
lagi: mana dari Tuhan-Tuhanmu yang paling engkau harapkan dan juga paling
engkau takuti? Dia menjawab : yang ada di Langit, Kata Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam Wahai Hushoin jika kamu masuk Islam aku ajarkan kamu dua kalimat yang
bermanfaat untukmu, maka ketika beliau masuk Islam dan menagih dari kalimat
itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan doa: “Allohumma Alhimnii
Rusydii, Wa A’idznii min syarri nafsii” (Ya Allah berikanlah aku ilham berupa
jalan yang lurus, dan jagalah aku dari keburukan jiwaku)
اللَّهُ الصَّمَدُ
“(2) Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
{ اللهُ الصَّمَدُ } مُبْتَدَأٌ وَخَبَرٌ :
أَيْ المَقْصُوْدُ فِي الحَوَائِجِ عَلَى الدَّوَامِ .
(Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu), lafaz ayat ini terdiri dari mubtada dan
khabar (lafaz jalalah “Allah” adalah mubtada dan “Ash-Shamad” adalah khabar).
Kalimat tersebut berarti Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
untuk selama-selamanya.
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
“(3) Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan,
{ لَمْ يَلِدْ } لاِنْتِفَاءِ مُجَانِسَتِهِ
. { وَلَمْ يُولَدْ } لاِنْتِفَاءِ الحُدُوْثِ عَنْهُ .
(Dia tiada beranak), karena tiada
yang menyamai Allah atau sejenis dengan Allah, (dan tidak pula diperanakkan)
karena mustahil hal ini terjadi bagi-Nya.
Ash Showi rahimahullah dalam
hasyiyahnya :
رد على مشركي العرب القائلين: الملائكة بنات الله، واليهود
القائلين: عزير ابن الله، والنصارى القائلين: المسيح ابن الله،
Ini merupakan
bantahan terhadap musyrikin Arab yang berkata” Malaikat anak perempuan Allah”
Allah Subhaanahu
Wa Ta’aala berfirman:
أَفَأَصْفَاكُمْ رَبُّكُمْ بِالْبَنِينَ وَاتَّخَذَ مِنَ
الْمَلَائِكَةِ إِنَاثًا ۚ إِنَّكُمْ لَتَقُولُونَ قَوْلًا عَظِيمًا
Maka apakah patut
Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia sendiri mengambil
anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar
mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya).(Qs
Al Israa 40)
Juga bantahan
kepada Yahudi yang berkata: Uzair anak Allah, dan Nashara yang berkata: Al
Masih (Isa) anak Allah
Allah Subhaanahu
Wa Ta’aala berfirman:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ
النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ۖ
“Orang-orang
Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani
berkata: "Al Masih itu putera Allah". (Qs At Taubah: 30)
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“(4). dan tidak ada seorangpun
yang setara dengan Dia".
{ وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ } أَيْ مُكَافِئاً
ومُمَاثِلاً وَ «لَهُ» مُتَعَلِّقٌ بِ «كُفَواً» وَقُدِّم عَلَيْهِ لِأَنَّهُ
مَحَطُّ القَصْدِ بِالنَّفْيِ ، وَأُخِّرَ «أَحَدٌ» وَهُوَ اِسْمُ «يَكُنْ» عَنْ
خَبَرِهَا رِعَايَةً لِلفَاصِلَةِ .
(Dan tidak ada seorang pun yang
setara dengan Allah), atau yang semisal dengan-Nya. Lafaz “lahu” berkaitan
(muta’alliq) kepada lafaz “kufuwan”. Lafaz “lahu” ini didahulukan karena dialah
yang menjadi subjek penafian. Kemudian lafaz “ahadun” diakhirkan letaknya
padahal ia sebagai isim dari lafaz “yakun”, sedangkan khabar yang seharusnya
berada di akhir mendahuluinya. Demikian itu karena menjaga fasilah atau
kesamaan bunyi pada akhir ayat.
Ayat terakhir ini seakan menjadi
kesimpulan dari tiga ayat diatas bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’aala tidak ada
yang serupa, semisal dengan-Nya Subhaanah.
%%%%
[1] (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6320 dan Muslim, no. 2714]
[2]
Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi,
Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, ini lafadz yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Pada
lafadz Imam Tirmidzi yang serupa dengan lafadz diatas dihasankan oleh Syaikh
Albani di dalam shohih wa dhoif Sunan Tirmidzi).
Posting Komentar untuk "TAFSIR SURAH AL IKHLAS"