AQIDAH AHLUS SUNNAH TERHADAP AL-QURAN (Golongan Waqifah & Lafdziyyah)
AQIDAH
AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
TERHADAP AL-QURAN
(SYARAH AL
MANDZUMAH AL HAAIYYAH)
Bait ke-4:
Jangan berkata tentang
Al-Quran dengan waqf (golongan waqifiyyah), seperti yang dikatakan para
pengikut Jahm dan merekapun bermudah-mudahan
(ولا تقل القرآن خلقٌ قرأته … فإن كلام الله
باللفظ يوضحُ)
Bait ke-5 :
Jangan mengatakan lafadzku dengan Al-Quran adalah makhluk, karena kalaamullah dijelaskan dengan lafadz
Munculnya golongan Al Waqifah
Golongan ini
sebenarnya terpengaruh dengan Jahmiyyah, Mereka mengatakan tentang Al-Qur’an: “Aku
tidak mengatakan Al-Qur’an Kalaamulloh, juga tidak mengatakan ia adalah makhluk”
Imam Ahmad rahimahullah berkata
tentang golongan ini
(( الواقفة جهمية ))
“Golongan Waqifah
ini adalah Jahmiyyah”
Adapun An Nadzim (Penulis) disini beliau menyebut golongan ini “Pengikutnya
Jahmiyyah”
Sebagian Ulama mengatakan: “Mereka
lebih buruk dari Jahmiyyah”
Apa sebabnya?
Karena keyakinan
Jahmiyyah mereka secara terang dengan kebathilan mereka, yaitu meyakini Al-Qur’an
adalah makhluk, maka mudah menjelaskan kebathilan mereka kepada manusia, akan
tetapi ketika datang golongan waqifah ini, dan menetapkan madzhab mereka bahwa
bersikap waqf dalam masalah ini, ini yang membuat bahaya orang awwam.
Mereka mengira
ucapan dan pendapat mereka ini seakan pertengahan, maka kita harus tegas dalam
menjelaskan Aqidah ini sesuai Al-Quran dan Sunnah, dan tidak meyakini keyakinan
waqifah ini dan bersikap tawaquf, ragu-ragu. Ini semua penyimpangan dan
kesesatan
Allah Subhaanahu Wa Ta’aala
berfirman tentang orang beriman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu. (Qs Al Hujurat: 15)
Adapun
tawaqquf dalam keimanan itu termasuk dari keraguan
Silsilah Jahm bin Shofwan
Jahm bin
Shofwan, pentholannya Jahmiyyah, Para Ahli ilmu menyebutkan asal dari ta’thil
(peniadaan) : bahwasanya Jahm mengambil pemikiran ini dari Ja’d bin Dirham dari
Abaan bin Sam’aan dari Thooluut anak saudari perempuannya seorang Yahudi yang
menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Labid bin A’shom, dan Labid
ini mengambilnya dari Yahudi yang ada di Yaman
(Wa Asjahuu) maknanya adalah: Menerima dan merasa
nyaman hati mereka dengan keyakinan yang bathil ini
Jangan mengatakan lafadzku dengan Al-Quran adalah makhluk
Kemudian An Nadzim berkata: Jangan mengatakan lafadzku
dengan Al-Quran adalah makhluk, karena kalaamullah dijelaskan dengan lafadz
Maknanya: Janganlah kamu mengatakan bahwa lafadzku dari
Al-Quranku adalah makhluk, atau tilawahku dari Al-Quran makhluk
Kita katakan padanya: Ini harus dirinci, apa yang
diinginkan, karena kata ini mengandung 2 kemungkinan
-
Apakah yang dimaksud Al Qur’an
yang dibaca, maka jawabannya adalah Al-Quran ini Kalaamulloh bukan makhluk
-
Jikalau yang dia maksud adalah
lafadz pembaca yaitu bacaannya berupa suara yang keluar darinya, maka itu
makhluk
Golongan Lafdziyah
Munculnya bid’ah Lafdziyah ini
juga berasal dari Jahmiyah itu sendiri, syubhat mereka, syubhatnya Jahmiyah,
karena lafadz, tilawah, qiro’ah semuanya dalam B.Arab disebut mashdar, yang
bisa mengandung beberapa penafsiran, yaitu yang dibaca (Al-Qur’an) kalaamulloh,
bisa bermakna gerakan lisan dan bibir, juga tenggorokan, suara manusia, yang
kesemuanya itu adalah makhluk
Intinya mereka nanti akan
menggiring pada pendapat, keyakinan Al-Quran adalah makhluk, maka kata Imam
Ahmad rahimahullah:
(( اللفظية جهمية ))
“Golongan Lafdziyah
ini adalah Jahmiyyah”
Maksudnya adalah: “Barangsiapa
mengatakan lafadzku dengan Al-Quran adalah makhluk maka dia termasuk dari
ucapan Jahmiyah”
Bagaimana yang benarnya?
Yang benarnya harus dirinci: jikalau yang dimaksudkan adalah
yang dibaca (Al-Qur’an) maka Al-Qur’an Kalaamulloh, jika yang dimaksudkan
adalah gerakan lisan, tenggorokan, suara manusia maka ia adalah makhluk
الصوت صوت القاري والكلام كلام الباري، والكلام إلى من قاله
ابتداءً لا إلى من قاله إبلاغا وأداءً
“Adapun suara maka
suaranya pembaca, adapun ucapan maka itu Kalamulloh Al Bari (Yang Maha
Menciptakan), dan penyandaran siapa yang berbicara adalah yang mengatakannya
diawal, bukan disandarkan kepada yang menyampaikan atau membacakan”
Kata An Nadzim (penulis) rahimahullah :
karena kalaamullah dijelaskan dengan lafadz
ini penjelasan dari ucapan para
Ulama: “Al-Qur’an Kalamulloh lafadz dan maknanya, bukan hanya sekedar
lafadznya, dan lafadz menjelaskan dari tujuan dan menjadi mulia maksud
tujuannya
Posting Komentar untuk "AQIDAH AHLUS SUNNAH TERHADAP AL-QURAN (Golongan Waqifah & Lafdziyyah)"