Hakekat Puasa
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ
لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ
يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Siapa yang tidak meninggalkan ucapan
dusta, dan semua perbuatan dosa, maka Allah tidak butuh dengan amalnya (berupa)
meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya).”[1]
Hadits ini menjelaskan bahwa hakekat puasa bukan sebatas
menahan diri dari pembatal-pembatal puasa akan tetapi mencakup dari berpuasa
dari segala bentuk maksiat.
- Maksiat ucapan
- Maksiat perbuatan
Yang
dimaksud “qauluz zur ”adalah semua ucapan dusta, kebatilan, perkataan
haram, dan yang menyimpang dari kebenaran.“ = maksiat ucapan
al-Amal
bihi ” adalah semua
perbuatan yang dilarang oleh Allah[2] = maksiat
perbuatan
Diantara
maksiat ucapan adalah :
Ghibah dan dusta dua hal ini yang merusak puasa, maka kalau
dua hal ini dijauhi saat puasa maka puasanya akan selamat dari kerusakan, dan
berpahala sempurna.
Imam
Mujahid rahimahullah berkata:
خصلتان
من حفظهما سَلِمَ له صومه: الغيبة، والكذب
“Dua
hal, barangsiapa yang bisa menjaganya akan selamat puasanya (dari kerusakan),
yaitu ghibah dan dusta”[3]
Setiap maksiat yang dilakukan seorang yang berpuasa bisa
mengurangi pahala puasanya.
Bahkan
apabila maksiatnya banyak bisa mengantarkan pada hadits Nabi ﷺ
:
فَلَيْسَ
لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Allah
tidak butuh (terhadap puasanya) walaupun ia meninggalkan makan dan minumnya. Artinya
puasanya tidak berpahala sama sekali.
Nabi ﷺ bersabda,
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ
“Puasa
bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan
menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats..”[4]
Dan
yang dimaksud “al-laghwu” adalah segala perbuatan sia-sia,
yang bisa melalaikan seseorang untuk melakukan ketaatan. Sedangkan yang
dimaksud “ar-rafats” adalah semua ucapan dan perbuatan jorok.
Jabir
radhiyallahu'anhuma berkata:
إذَا
صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُك وَبَصَرُك وَلِسَانُك عَنِ الْكَذِبِ وَالْمَآثِمِ،
وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ، وَلْيَكُنْ عَلَيْك وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ
صِيَامِكَ، وَلاَ تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَيَوْمَ صِيَامِكَ سَوَاءً
“Jika engkau berpuasa, maka puasakanlah
pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari dusta dan maksiat. Tinggalkanlah
menyakiti pembantu. Hendaklah engkau tenang dan tenang pada saat engkau
berpuasa, dan janganlah engkau jadikan harimu saat tidak berpuasa sama dengan
hari saat engkau berpuasa”
[5]
Inilah
hakekat puasa, adapun seorang yang berpuasa hanya meninggalkan makan &
minum maka ini tingkatan puasa yang paling rendah
Puasa
yang paling remah
Ibnu
Rojab rahimahullah mengatakan:
Sebagian
salaf berkata:
أهون
الصيام ترك الشراب والطعام
“Tingkatan
puasa yang paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja.” [6]
[1] HR. Bukhari 1903, Abu Daud 2364, Ibnu
Hibban 3480 dan Turmudzi 711
[2] Demikian keterangan al-Hafidz al-Aini
dalam Umdatul Qori (10/276)
[3] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah: 2/272 no 8887
[4] HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At
Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih
[5] Mushannaf Ibnu Syaibah (8973)
[6] Lathoiful Ma’aarif hal. 155
Posting Komentar untuk "Hakekat Puasa"