PERBEDAAN IBADAH ANTARA YANG SYAR’II DAN YANG BID’II
PERBEDAAN IBADAH ANTARA YANG SYAR’II
DAN YANG BID’II
Urgensi Pembahasan.
Asy Syaikh Abdur Razzaq hafidzahullah
berkata:
أصل العبادة : أن يَميزَ العابد بين الحق والباطل، والهدى
والضلال، والسنة والبدعة
“Pokok dari ibadah: “seorang
hamba dapat membedakan antara ibadah yang benar atau yang bathil, petunjuk,
atau kesesatan, sunnah atau bid’ah”
Ibadah yang akan kita kerjakan, harus
diketahui mana yang disyariatkan, dan mana yang bid’ah (yang diada-adakan)
Apa faedahnya? Kita mengetahui
yang disyariatkan untuk diamalkan, dan mengetahui yang bid’ah untuk diwaspadai
dan dijauhi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memperingatkan dua perkara ini, yakni ibadah yang disyariatkan dan memtivasi
umatnya untuk mengerjakannya, dan memperingatkan dari perkara bid’ah, sesuatu
yang diada-adakan di dalam agama setiap beliau berkhutbah di hari Jum’at
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ
وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik
perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama)
yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah,
setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ
الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ
وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةٌ
“Maka wajib bagi kalian untuk
berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah
diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi
geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena
setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan
shahih”)
Maka, ketika ibadah kita dibangun
diatas perkara yang baru dalam agama yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallan amalan tersebut akan tertolak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan
yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR.
Muslim no. 1718)
Syaikhul Islam rahimahullah dalam
risalahnya :
فصل في العبادات، والفرق بين شرعيها وبدعيها. فإن هذا باب كثر
فيه الاضطراب كما في باب الحلال والحرام.
“Pasal, Ibadah-ibadah,
serta perbedaannya antara yang disyariatkan dan yang diada-adakan, sungguh
ini adalah pembahasan yang banyak manusia goncang, sebagaimana dalam
pembahasan halal dan haram”.
Kenapa banyak manusia guncang, belum
mengetahui mana ibadah yang syar’ii mana yang bid’ii, beberapa sebabnya:
“Hawa nafsu yang lebih menguasai,
banyak tersebarnya bid’ah, mulai punahnya sunnah, terdapat dai-dai yang rusak
penyeru kesesatan”
Sebagaimana di dalam masalah muamalah,
seorang goncang, banyak dari manusia tidak bisa membedakan muamalah yang halal
dari yang haram, begitu pula dalam perkara ibadah, banyak diantara mereka yang
tidak bisa membedakan apa yang Allah dan Rasul-Nya syariatkan dan mana yang diperingatkan agar hamba tidak
keluar dari jalan yang lurus.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah dalam risalahnya :
وأصل الدين أن الحلال ما أحله الله ورسوله، والحرام ما حرمه
الله ورسوله، والدين ما شرعه الله ورسوله، ليس لأحد أن يخرج عن الصراط المستقيم
الذي بعث الله به رسوله
Makna halal adalah: “Apa yang
dihalalkan Allah dan Rasul-Nya, dan makna haram adalah: “Apa yang diharamkan
Allah dan Rasul-Nya”. Dan Ad Diin (agama) adalah apa yang Allah dan Rasul-Nya
Syariatkan, tidak ada seorangpun yang boleh keluar dari jalan yang lurus ini
Allah Subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ
ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
dan bahwa (yang Kami perintahkan ini)
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Qs Al An’am:
153)
Dari ayat yang mulia ini terdapat
faedah,
Bahwasanya jalan Allah itu Satu, tidak
berbilang, selainnya maka adalah subul (jalan-jalan) yang lain
Suatu saat Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu berkisah,
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ
وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هذه سبل و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ
يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ
سَبِيلِهِ}
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan
Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis
tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap
jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau membaca,
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini
adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari
jalan-Nya’” ([Al An’am: 153] Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan yang
lainnya)
Perkara baru dalam syariat, dia mengamalkan
amalan-amalan yang tidak ada dalam syariat, ini sudah ada semenjak zaman
dahulu:
Al Bahirah
Allah Subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:
مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلَا
سَائِبَةٍ وَلَا وَصِيلَةٍ وَلَا حَامٍ ۙ وَلَٰكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ ۖ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Allah sekali-kali tidak pernah
mensyari'atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi
orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka
tidak mengerti. (Qs Al Maidah: 103)
Tafsiir As Se’dii rahimahullah:
هذا ذم للمشركين الذين شرعوا في الدين ما لم يأذن به الله،
وحرموا ما أحله الله، فجعلوا بآرائهم الفاسدة شيئا من مواشيهم محرما، على حسب
اصطلاحاتهم التي عارضت ما أنزل الله فقال: {مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ} وهي: ناقة يشقون أذنها، ثم يحرمون ركوبها ويرونها
محترمة.
{وَلا سَائِبَةٍ} وهي: ناقة، أو بقرة، أو شاة، إذا بلغت شيئا اصطلحوا
عليه، سيبوها فلا تركب ولا يحمل عليها ولا تؤكل، وبعضهم ينذر شيئا من ماله يجعله
سائبة.
{وَلا حَامٍ} أي: جمل يحمى ظهره عن الركوب والحمل، إذا وصل إلى
حالة معروفة بينهم.
فكل هذه مما جعلها المشركون محرمة بغير دليل ولا برهان. وإنما
ذلك افتراء على الله، وصادرة من جهلهم وعدم عقلهم
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersaksi tentang peristiwa ini,
رأيت عمرو بن لحي يجر قصبة في النار … إنه أول من غير دين
إسماعيل فنصب الأوثان وبحر البحيرة وسيب السائبة ووصل الوصيلة وحمى الحامي …
“Aku melihat ‘Amr bin Luhay menarik
usus di nereka –dialah yamg pertama kali mengubah agama Ismail kemudian dia
memasang berhala– Dialah yang memulai membuat aturan tentang onta bahirah (1),
saaibah (2), washiilah (3), dan Ham (4)”
(Hadits shahih)
Sampai pada kesyirikan, menjadikan
perantara antara dirinya dan Allah, dengan anggapan “Kami tidak menyembahnya
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya
Allah Subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ ۚ وَالَّذِينَ
اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا
إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah
agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya
mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (Qs Az
Zumar: 3)
Ibadah Yang Disyariatkan ada 2:
Al Waajibaat (kewajiban-kewajiban)
Al Mustahabbaat (Ibadah-ibadah sunnah)
Kita dapati dalam ibdah seperti,
Sholat ada yang wajib ada yang mustahab, zakat ada yang wajib ada yang mustahab
Hadits Wali
عَنْ أَبِـيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ،
قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللّـهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «إِنَّ اللهَ
تَعَالَـى قَالَ : مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ
بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا
افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ
حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ،
وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ،
وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ،
وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ».
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia
berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya Allâh
Azza wa Jalla berfirman, ’Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku
mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan
sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya.
Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah
hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya
yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk
melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya
yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti
memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti
melindunginya.’”
Kelengkapan hadits ini adalah:
وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ
عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ
Aku tidak pernah ragu-ragu terhadap
sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan
nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka menyusahkannya.
Hadits ini mulia sekali, tentang
penjelasan siapa wali Allah sebenarnya, bukan anggapan sebagian orang jahil,
bahwa dia telah mencapai derajat kewalian, yang sudah tidak ada kewajiban lali
mengerjakan sholat dll.
Derajat amalan Wali Allah ada 2
1. Mengerjakan kewajiban
2. Mengerjakan kewajiban ditambah dan dia sempurnakan dengan amalan
sunnah
Dan yang paling tinggi adalah Sabiq
bil khoiroot
Allah Subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ
اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ
مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ
الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
Kemudian Kitab itu Kami wariskan
kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara
mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan
dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (Qs
Fatir: 32)
Syaikhul Islam rahimahullah dalam
risalahnya :
فالمشروع هو الذي يُتقرب به إلى الله تعالى، وهو سبيل الله، وهو
البر والطاعة، والحسنات والخير، والمعروف، وهو طريق السالكين، ومنهاج القاصدين
والعابدين، وهو الذي يسلكه كل من أراد الله وسلك طريق الزهد والعبادة، وما يُسَمَّى
بالفقر والتصرف ونحو ذلك.
“Pasal, Ibadah-ibadah,
serta perbedaannya antara yang disyariatkan dan yang diada-adakan, sungguh
ini adalah pembahasan yang banyak manusia goncang, sebagaimana dalam
pembahasan halal dan haram”.
Lafadz Al Birr ini mencakup segala
amalan yang disyariatkan
Allah Subhaanahu Wa Ta’aala berfirman:
۞ لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا
وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi (Qs Al Baqarah 177)
Syaikhul Islam rahimahullah dalam
risalahnya :
ولا ريب أن هذا يدخل فيه الصلوات المشروعة واجبها ومستحبها، ويدخل في ذلك قيام الليل
إلخ.
“Pasal, Ibadah-ibadah,
serta perbedaannya antara yang disyariatkan dan yang diada-adakan, sungguh
ini adalah pembahasan yang banyak manusia goncang, sebagaimana dalam
pembahasan halal dan haram”.
قال رأيتُ في المسجدِ قومًا حِلَقًا جلوسًا ينتظرون الصلاةَ في
كلِّ حلْقةٍ رجلٌ وفي أيديهم حصًى فيقول كَبِّرُوا مئةً فيُكبِّرونَ مئةً فيقول
هلِّلُوا مئةً فيُهلِّلون مئةً ويقول سبِّحوا مئةً فيُسبِّحون مئةً قال فماذا قلتَ
لهم قال ما قلتُ لهم شيئًا انتظارَ رأيِك قال أفلا أمرتَهم أن يعُدُّوا سيئاتِهم
وضمنتَ لهم أن لا يضيعَ من حسناتهم شيءٌ ثم مضى ومضَينا معه حتى أتى حلقةً من تلك
الحلقِ فوقف عليهم فقال ما هذا الذي أراكم تصنعون قالوا يا أبا عبدَ الرَّحمنِ حصًى
نعُدُّ به التكبيرَ والتهليلَ والتَّسبيحَ قال فعُدُّوا سيئاتِكم فأنا ضامنٌ أن لا
يضيعَ من حسناتكم شيءٌ ويحكم يا أمَّةَ محمدٍ ما أسرعَ هلَكَتِكم هؤلاءِ صحابةُ
نبيِّكم صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ مُتوافرون وهذه ثيابُه لم تَبلَ وآنيتُه لم
تُكسَرْ والذي نفسي بيده إنكم لعلى مِلَّةٍ هي أهدى من ملةِ محمدٍ أو مُفتتِحو
بابَ ضلالةٍ
قالوا والله يا أبا عبدَ
الرَّحمنِ ما أردْنا إلا الخيرَ
قال وكم من مُريدٍ للخيرِ لن يُصيبَه
إنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ حدَّثنا أنَّ قومًا
يقرؤون القرآنَ لا يجاوزُ تراقيهم يمرُقونَ من الإسلامِ كما يمرُقُ السَّهمُ منَ
الرَّميّةِ وأيمُ اللهِ ما أدري لعلَّ أكثرَهم منكم ثم تولى عنهم
فقال عمرو بنُ سلَمةَ فرأينا عامَّةَ أولئك الحِلَقِ يُطاعِنونا
يومَ النَّهروانِ مع الخوارجِ
“Abu Musa Al Asy’ari berkata: aku
melihat di masjid ada beberapa orang yang duduk membuat halaqah sambil menunggu
shalat. Setiap halaqah ada seorang (pemimpin) yang memegangi kerikil, kemudian
ia berkata: bertakbirlah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertakbir 100 kali.
Kemudian pemimpinnya berkata: bertahlil lah 100 kali! Maka para pesertanya pun
bertahlil 100 kali. Kemudian pemimpinnya berkata: bertasbih lah 100 kali! Maka
para pesertanya pun bertasbih 100 kali.
Ibnu Mas’ud berkata: lalu apa yang
engkau katakan kepada mereka wahai Abu Musa? Abu Musa menjawab: aku tidak
katakan apapun karena menunggu pandanganmu. Ibnu Mas’ud berkata: mengapa tidak
engkau katakan saja pada mereka: hitunglah keburukan-keburukan kalian saja,
maka aku jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sama sekali.
Kemudian Ibnu Mas’ud pergi dan kami
pun pergi bersama beliau. Sampai pada suatu hari Ibnu Mas’ud mendapati sendiri
halaqah tersebut. Lalu beliau pun berdiri di hadapan mereka.
Ibnu Mas’ud berkata: apa yang kalian
lakukan ini? Mereka menjawab: Wahai Abu Abdirrahman, ini adalah kerikil untuk
menghitung takbir, tahlil dan tasbih! Ibnu Mas’ud berkata: hitunglah
keburukan-keburukan kalian saja, maka aku jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak
akan disia-siakan sama sekali. Wahai umat Muhammad, betapa cepatnya kalian
binasa! Demi Allah, yang kalian lakukan ini adalah ajaran agama yang lebih baik
dari ajaran Muhammad atau kalian sedang membuka pintu kesesatan!
Mereka mengatakan: Wahai Abu
Abdirrahman, kami tidak menginginkan apa-apa kecuali kebaikan! Ibnu Mas’ud
menjawab: betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun tidak
mendapatkannya. Sesungguhnya Rasulullah mengatakan kepada kami tentang suatu
kaum yang mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi (bacaan mereka) tidak melewati
tenggorokan mereka, demi Allah, saya tidak tahu bisa jadi kebanyakan mereka
adalah dari kalian. Kemudian Ibnu Mas’ud meninggalkan mereka”.
Amr bin Salamah berkata , ”Kami
melihat kebanyakan orang-orang yang ada di halaqah itu adalah orang-orang yang
ikut melawan kami di barisan khawarij pada perang Nahrawan” (Diriwayatkan Ad
Darimi dalam Sunan-nya no.210, dishahihkan Al Albani dalam As Silsilah Ash
Shahihah, 5/11).
Ibadah Diiniyyah Pokoknya ada 3:
Sholat, Puasa, Membaca Al-Quran
Ibadah Al Kholawaat
Posting Komentar untuk "PERBEDAAN IBADAH ANTARA YANG SYAR’II DAN YANG BID’II"